Matahari dan Bulan

Megapolitan470 views

 

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil, Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera

Jakarta – koranprogresif.co.id – “Anta syamsun, anta Badrun, anta nuurun fauqo nuuri” merupakan penggalan bait syair yang dilantunkan para wanita menyambut Nabi Muhammad beserta rombongan sepulang dari salah satu perang besar (“ghozwatul kubro”). Dengan berdendang khas budaya saat itu, lirik yang menggambarkan kemuliaan Beliau Shallahu ‘alaihi wa sallam dengan keindahannya.
“Engkau matahari, engkau bulan (yang sempurna), engkau cahaya di atas cahaya” arti dari penggalan syair tersebut secara sekaligus bagi sosok Nabi. Dua makhluk Allah yang dengan cahaya menerangi segenap alam semesta di siang atau malam harinya. Suatu gambaran yang sulit dibayangkan, namun Nabi tidak melarang aksi tersebut.

Matahari bergerak sesuai dengan ketentuanNya, sejak pagi hingga sore hari begitu seterusnya hingga waktu ditentukan serta bulan terdapat pada malam hari yang pada saatnya muncul pada waktu yang ditentukan dapat menerangi gelapnya malam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an Surat Yaasin, berikut beberapa artinya: “(Suatu tanda juga atas kekuasaan Allah bagi mereka adalah) matahari yang berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui” (38). “Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua” (39). “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya” (40).

Betapa mengagumkan ciptaan Allah; matahari dan bulan sebagai bagian dari semesta merupakan tanda-tanda kebesaranNya, baik sebagai makhluk, eksistensi juga peranan dalam keteraturan sedemikian hingga. Maka tidak heran, Allah mengatakan sendiri bahwa penciptaan alam semesta jauh lebih rumit dari penciptaan manusia.

Sebagai bagian dari alam semesta, matahari dan bulan tunduk secara utuh pada ketetapan Allah, begitu juga makhluk lainnya yang dapat disaksikan secara nyata, seperti hewan dan tumbuhan. Macan, harimau dan gajah, meski berpostur besar tidak menyalahi kodratnya secara begitu saja dengan mengantikan peranan yang lain, tidak ada gajah memasak nasi atau menggantikan peranan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Maha Suci Allah, yang menundukkan tumbuh-tumbuhan sehingga buah dan kesegerannya dapat bermanfaat atau diolah oleh manusia. Sudah seharusnya manusia selain merenungi dengan berpikir tentang penciptaan tersebut, senantiasa mensyukuri segala sesuatunya dengan tidak mengkufurinya, “Allahu a’lam, wa Shadaqallah!”

Berita Lainnya