oleh

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PINANG JAKSA AGUNG RI SEBAGAI GURU BESAR TIDAK TETAP

 

Kalsel – koranprogresif.co.id – Jaksa Agung RI Prof. Dr. ST. Burhanuddin, S.H., M.M., M.H resmi menerima pengukuhan sebagai Guru Besar Tidak Tetap Universitas Jenderal Soedirman. Pengukuhan ini dilaksanakan dengan mengambil tempat Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jum’at (10/9/2021).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui Kasi Penkum Kejati Kalsel, R Novelino Simanjuntak menerangkan bahwa, Bapak ST Burhanuddin diangkat sebagai Professor dalam Bidang Ilmu Hukum Pidana, khususnya pada Ilmu Keadilan Restoratif berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 37421/MPK.A/KP.05.00/2021 tanggal 11 Juni 2021.

Dalam proses awal perjalanan pengukuhan gelar Profesor ini, Bapak Jaksa Agung dipinang oleh Universitas Jenderal Soedirman untuk menjadi Guru Besar Tidak Tetap pada Universitas Jenderal Soedirman. Pihak Universitas memiliki pandangan, jika Bapak Jaksa Agung dalam proses penegakan hukum terus menyuarakan kepada para Jaksa untuk menggunakan Hati Nurani.

Berulang kali Jaksa Agung RI menegaskan bahwa, sebagai Jaksa Agung RI tidak membutuhkan Jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral dan tidak butuh Jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas, namun yang dibutuhkan adalah para Jaksa yang pintar dan berintegritas.

Dengan seruan Hati Nurani inilah, Jaksa Agung mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (yang selanjutnya disebut Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif) yang telah diundangkan pada tanggal 22 Juli 2020 tahun lalu. Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif ini lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materil dan hukum formil yang saat ini masih mengedepankan aspek kepastian hukum dan legalitas-formal, daripada keadilan hukum yang lebih substansial bagi masyarakat.

Kehadiran Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif diharapkan dapat lebih menggugah Hati Nurani para Jaksa sebagai pengendali perkara pidana dalam melihat realitas hukum jika masih banyaknya masyarakat kecil dan kurang mampu yang kesulitan mendapatkan akses keadilan hukum. Hukum Berdasarkan Hati Nurani adalah sebuah kebijakan penegakan hukum yang berdasarkan Keadilan Restoratif. Juga agar dapat menjadi pedoman atau role model dalam penyusunan revisi KUHAP yang saat ini belum mencerminkan pendekatan keadilan restoratif di dalamnya.

Kapuspenkum kejaksaan RI menyebutkan, jumlah data perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif yakni selama 1 (satu) tahun telah terdapat sebanyak 304 (tiga ratus empat) perkara.

Adapun tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan lalu lintas.
Jika dihitung secara matematis, dalam rentang waktu 1 (satu) tahun berarti hampir setiap hari akan ada 1 (satu) perkara pidana untuk dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif.
Filosofi Peraturan Kejaksaan ini adalah untuk melindungi masyarakat kecil. Hal esensial dari Keadilan Restoratif yaitu “pemulihan”.
Pemulihan kembali akan kedamaian yang sempat pudar antara korban, pelaku, maupun masyarakat. (MN).

Berita Lainnya