Tudingan Berbahaya yang Dapat Memecah Belah Kementerian dan Lembaga

Mitra TNI13 views

Oleh: Sutisna (Direktur Maritime Strategic Center)

Jakarta – Koranprogresif.co.id, Beberapa waktu lalu Bakamla RI mengusulkan Konsep program Nelayan Nasional Indonesia yang merupakan cikal bakal komcad di bidang kelautan. Namun usulan tersebut kembali membuat Saudara Pontoh menyerang Bakamla RI bahkan menuduh tanpa dasar, dimana ia berkata “Demi mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pemasukan tambahan, Badan Keamanan Laut (Bakamla) tega melecehkan TNI AL dan PSDKP”.

Padahal Wacana dari Bakamla RI yang mendorong Nelayan sebagai salah satu sumber daya nasional yang dapat diberdayakan dalam sistem pertahanan negara, merupakan terobosan yang sangat briliant.

Usulan tersebut sangat relevan dengan kebijakan pemerintah. Dimana Presiden Jokowi baru saja menetapkan sekitar 3.103 orang sebagai anggota Komponen Cadangan pada 7 Oktober 2021 bertempat di Pusdiklat Kopassus, Batujajar.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa Komponen Cadangan akan tetap berprofesi seperti biasa, namun anggota komponen cadangan harus selalu siaga jika dipanggil negara. Masa aktif komponen cadangan hanyalah pada saat mengikuti pelatihan dan pada saat mobilisasi, tetapi anggota komponen cadangan harus selalu siaga jika dipanggil negara.

Hadirnya Komcad ini merupakan implementasi dari UU NO 23 Tahun 2019 tentang pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara, Komcad atau Komponen Cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama (TNI).

Lalu apa yang menjadi usulan Bakamla RI melalui program Nelayan Nasional Indonesia patutlah diapresiasi, karena ketika hampir dari seluruh wilayah Indonesia sebagian besar adalah perairan. Serta kerap dihadapkan dengan berbagai konflik atau sengketa batas wilayah laut dengan negara tetangga dan khususnya saat ini yang tengah ramai adalah dinamika di Laut China Selatan.

Sehingga diperlukan suatu aktifitas baru, bukan hanya aktifitas militer saja. Akan tetapi harus ada aktifitas lain seperti giat ekonomi yang melibatkan masyarakat langsung, dengan hal ini nelayan sebagai salah satu komponen bangsa dalam turut serta menjaga kedaulatan negara.

Konsep Program Nelayan Nasional Indonesia yang dijelaskan Kepala Bakamla RI, secara sederhananya adalah memberikan nelayan bekal pengetahuan dan motivasi bela negara sehingga memiliki maritime awareness dalam aktivitas di laut yang dapat membantu aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas. Dalam pelaksanaan program ini, khususnya di wilayah perbatasan laut contohnya di Laut Natuna Utara, kapal-kapal ikan Indonesia ini juga dipastikan berada dalam pengawasan dan pantauan kapal-kapal TNI AL, Bakamla dan KKP sehingga mereka dapat menangkap ikan dengan aman dan terlindungi.

Konsep ini juga sejalan dengan Sistem Pertahanan Indonesia yang menganut Sishanta (Sistem Pertahanan Semesta) yang pada dasarnya bersifat semesta dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah, maupun sumbet daya nasional lainnya. Lalu nelayan sebagai komponen bangsa di negara kepulauan, sangatlah relevan bila dilibatkan dalam upaya pertahanan dan keamanan.

Kita juga harus belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan yang pada akhirnya Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia berdasarkan prinsip Uti Posidetis Juris serta adanya effective occupation. Memang bila secara geofrafis wilayah itu adalah bagian dari NKRI, akan tetapi Malaysia lebih unggul karena sudah terlebih dahulu hadir dengan UU Perlindungan Satwa dan ketentuan administrasi. Sedangkan Indonesia hanya berdasarkan kepemilikan sejarah. Sehingga kehadiran aktifitas nelayan secara fisik di perairan natuna sangatlah dibutuhkan.

Dari sini Saudara Ponto kembali gagal paham dengan mengatakan bahwa Bakamla melecehkan TNI AL dan KKP. Pernyataan ini sangat berbahaya dan menyesatkan terlebih karena selama ini hubungan TNI AL, KKP dan Bakamla sangat baik dan solid tidak seperti yang dikatakan oleh saudara pontoh. Ini juga telah diungkapkan oleh Kabaghumas Bakamla, Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita pada kesempatan yang berbeda bahwa TNI AL, Bakamla dan KKP bersinergi dalam menjaga keamanan laut Indonesia. Konsep program NNI ini justru mendorong sinergi dan keterlibatan banyak pihak termasuk TNI AL dan KKP, tambah wisnu.

saudara pontoh juga tidak paham terhadap usulan Bakamla yang mendorong pemberdayaan nelayan dalam rangka untuk menggiatkan aktivitas ekonomi sekaligus membantu early warning system keamanan laut. Bahkan ia juga membenturkan Bakamla dengan TNI AL dan PSDKP, dengan mengatakan program NNInya Bakamla ini melecehkan TNI AL dan PSDKP. Lebih jauh lagi, saudara pontoh bahkan tidak saja menyerang Bakamla secara membabi buta tetapi juga pemerintah dengan mengatakan bahwa komponen cadangan melecehkan TNI dan Polri, sehingga UU No.23 Tahun 2019 perlu dipertimbangkan kembali. Ada apa ini dengan saudara pontoh?

Saudara Pontoh sepertinya kurang luas dalam wawasan padahal beliau merupakan orang penting di KPLP yang meskipun disangkalinya, tidak dapat menafikan peranannya sebagai staf ahli KPLP karena duduk bersama dan diperkenalkan sebagai staf ahli KPLP dalam RDP DPD RI Tahun 2020 yang lalu. Dan sebagai mantan pejabat negara, seharusnya saudara pontoh menjadi solusi bagi masalah bangsa, bukan justru menjadi pembuat gaduh dengan pernyataan-pernyataannya provokatif, berbohong dan cenderung mengadu domba pemerintah.

Kalau saya amati lebih dalam, entah mengapa saudara pontoh ini sering menyerang Bakamla, menyatakan Bakamla sebagai coast guard palsu, dan coast guard yang benar adalah KPLP berdasarkan UU No.17 Tahun 2008. Ia juga membuat pernyataan berbahaya dengan mengatakan gara-gara Bakamla, perairan Indonesia menjadi high risk. Sepertinya saudara Pontoh ini memiliki dendam dan ada agenda tersembunyi.

Oleh karena itu tidak perlu menanggapi pernyataan saudara pontoh, pemerintah perlu menindaklanjuti Konsep Nelayan Nasional Indonesia yang diprakarsai oleh Bakamla. Karena meskipun kita sudah memiliki radar serta kapal yang canggih untuk mendeteksi kapal kapal asing yang berseliweran, namun lebih kepada menciptakan ekosistem perekonomian di kawasan ini agar tidak terlihat sepi. Perairan ini ibaratnya seperti rumah, apabila ada rumah kosong tak berpenghuni tentunya akan mudah disusupi pihak lain, namun kalau ramai ada penghuninya, tamu pun akan segan memasukinya.

(Red)

Berita Lainnya