Polres Kuningan Berhasil Ungkap Kasus Pencabulan Anak Dibawah Umum

Kuningan – koranprogresif.co.id – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kuningan berhasil mengungkap kasus persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh oknum pegawai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

Penjelasan mengenai pengungkapan kasus ini disampaikan dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin (05/06/2023) di Mapolres Kuningan.

Kapolres Kuningan, AKBP Willy Andrian, menyatakan bahwa Satreskrim Polres Kuningan telah berhasil menangkap dua tersangka yang terlibat dalam kejahatan tersebut.

Adapun identitas tersangka pertama adalah MPE (61) seorang karyawan swasta yang tinggal di Kabupaten Kuningan. Tersangka kedua adalah AS alias D (55) seorang pedagang berusia 55 tahun juga beralamat di Kabupaten Kuningan.

Menurut Kapolres Willy Andrian, berdasarkan keterangan dari anak korban, tersangka MPE melakukan persetubuhan pada tahun 2022 sekitar pukul 10.00 WIB di sebuah kamar di Kabupaten Kuningan.

“Jadi, tersangka tersebut mengajak anak korban ke Yayasan LKSA dengan dalih pergi ke Obyek Wisata Waduk Darma, namun di tempat tersebut, ia melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak korban,” kata Kapolres didampingi oleh Kasat Reskrim IPTU Anggi Eko Prasetyo, Senin (5/6/23).

Sementara itu, lanjut Kapolres, tersangka AS alias D melakukan pencabulan pada bulan Januari 2023 sekitar pukul 20.00 WIB di rumahnya yang berada di Kabupaten Kuningan.

“Tersangka mengajak anak korban untuk membeli bakso, namun setelah ayah kandung anak tersebut pergi meninggalkan tempat, tersangka melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak korban di dalam rumahnya,” jelasnya.

Dalam pengungkapan kasus ini, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti dari anak korban, termasuk sebuah potong gamis panjang berwarna hijau, sebuah potong celana panjang bermotif kotak-kotak, dan sebuah potong kaos panjang berwarna putih.

Kepada kedua tersangka, pihak kepolisian menerapkan Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Tersangka diduga dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan. Pasal lain yang disangkakan adalah Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang melarang setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang memaksa anak melakukan persetubuhan dengan dirinya atau orang lain.

Dalam kasus ini, tersangka juga diduga melanggar Pasal 82 ayat (1) dan Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Tindakan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau bujuk rayu untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul terhadap anak dilarang.

Berita Lainnya