Jaksa Agung : Momentum Ramadhan Memperkuat Kembali Semangat Kebersamaan dan Persatuan Bangsa

Hukrim, Nasional163 views

Kalsel – koranprogresif.co.id – Secara virtual, dari Ruang Kerja Jaksa Agung RI Gedung Kartika Adhyaksa dalam Acara Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Mengaji Jaksa Agung RI, Burhanuddin memberikan sambutannya.

Acara yang diselenggarakan pada Rabu (07 April 2022), juga dihadiri secara virtual oleh Ketua Umum PJI Amir Yanto, Ulama Nadhatul Ulama (NU) K.H. Ahmad Muwafiq dan anggota pengurus PJI di Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.

Pada Siaran Pers Kapuspenkum Kejaksaan Agung, DR Ketut Sumedana melalui Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kalsel), Romadu Novelino, SH, MH menerangkan bahwa, dalam sambutannya, Jaksa Agung RI Burhanuddin menyampaikan mengenai ibadah Puasa Ramadhan yang hanya bukan sekedar ritual rutin yakni menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar hingga matahari di waktu maghrib, selama sebulan penuh, akan tetapi menjalankan ibadah puasa memiliki banyak keutamaan baik untuk diri sendiri baik bersifat hablum minnannass (hubungan sesama manusia) maupun hablum minnallah (hubungan dengan Allah SWT).

“Ibadah puasa memiliki dua dimensi, yaitu dimensi lahir dan batin. Puasa lahir adalah puasa dengan standar ilmu fikih (ilmu hukum Islam), sedangkan puasa batin adalah puasa dengan standar ilmu tasawuf (ilmu rohani Islam),” tutur Jaksa Agung RI.

Menurut Jaksa Agung RI, dengan menjalani puasa batin maka puasa itu tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu, baik hawa nafsu yang berasal dari perbuatan mata, mulut, telinga, hati maupun yang berasal prilaku seluruh jiwa dan raga.

Bulan Ramadhan juga merupakan bulan terbaik untuk memperbaiki diri dari segala kesalahan. Dengan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, sudah semestinya sebagai upaya untuk menghilangkan penyakit-penyakit hati seperti bergunjing (ghibah), sikap pamer (riya’), dan perilaku sombong (takabbur).

Di samping itu, dengan puasa diharapkan muncul sifat-sifat mulia dalam diri kita, seperti sifat sabar, ikhlas, rendah hati (tawadhu’), merasa cukup (qona’ah), selalu bersyukur atas nikmat Allah SWT dan sifat-sifat mulia lainnya.

“Apabila kita renungkan secara lebih mendalam, maka segala pertikaian yang terjadi di antara anak bangsa, adalah disebabkan masih mendominasinya penyakit hati yang menuntun ke arah prilaku tidak terpuji bagi segenap anak bangsa. Dengan demikian munculah sikap, saling hujat dan saling menyerang antar saudara sendiri sesama anak bangsa sebagai akibat perbedaan pandangan,” ujar Jaksa Agung RI.

Jaksa Agung RI menekankan bahwa, harus belajar menghindari pertikaian yang sama sekali tidak produktif, yang hanya menimbulkan suasana sosial di sekitar kita menjadi tidak harmonis, bahkan dapat memicu perpecahan persatuan sesama anak bangsa.

Artinya, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, momentum Ramadhan harus bisa memperkuat kembali semangat kebersamaan dan persatuan bangsa.

“Untuk mendalami nilai-nilai persatuan, penting untuk kembali meresapi kebhinnekaan yang sudah menjadi karakter bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, etnis, maupun agama yang berbeda-beda. Bahkan dalam sejarahnya, sebelum bangsa ini berdiri pada masa kerajaan, masyarakat yang mendiami wilayah Nusantara sudah terdiri dari beragam suku, ras, agama, dan budaya yang beragam,” ungkapnya.

Diharapkan Jaksa Agung RI, momentum bulan suci Ramadan sudah semestinya menjadi pengingat bagi kita untuk menjaga amanah dari para pendiri bangsa.

Sebagai umat Islam sebagai umat mayoritas di Indonesia, sudah seharusnya kita menunjukan sikap toleransi antar sesama anak bangsa tanpa harus dipecah dan dipilah berdasarkan ras, suku, warna kulit dan agama.

Umat Islam Indonesia sudah semestinya juga, merawat dasar negara Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai warisan yang harus kita jaga bersama tanpa harus membenturkannya dengan dogma-dogma agama maupun ideologi lainnya.

“Komitmen terhadap negara Pancasila dapat dijadikan sebagai sikap keagamaan, yakni sikap menepati janji dan menjaga amanah. Kita tahu, dalam Islam, menepati janji merupakan suatu keharusan. Bahkan, sebagian ulama menyampaikan bahwa janji adalah hutang yang harus dibayar atau ditepati.

Selain itu, janganlah umat islam menjadi umat yang mengingkari janji atau bahkan berkhianat atas warisan luhur dari para pendiri bangsa. Dan janganlah umat Islam sekali-sekali berlaku munafik yaitu ingkar janji dan berkhianat apabila diberikan amanah,” pungkasnya.

Jaksa Agung RI mengajak untuk menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai bulan untuk berkontemplasi, merenungkan sejarah berdirinya bangsa yang tak lepas dari konteks kemajemukannya, agar dapat mengesampingkan segala bentuk nafsu dan sikap yang menggambarkan egoisme dan eksklusivisme yang bisa merusak hubungan harmonis dengan saudara sebangsa dan setanah air. (MN).

Berita Lainnya