Erick Thohir: Minyak Makan Merah Cegah Stunting

Jakarta – koranprogresif.co.id – Ketua Umum Gerakan Indonesia Gemilang, Sayed Junaidi Rizaldi menegaskan, komitmen seorang Erick Thohir pada rakyat perlahan dan pasti dibuktikan pada kinerja nya sebagai Menteri BUMN.

Berdiri di areal pabrik pengolahan minyak makan merah PTPN di Pagar Merbau, Deli Serdang, Menteri BUMN Erick Thohir meraih pisang goreng di hadapannya. Selain pisang, ada aneka gorengan lain seperti kentang dan nugget terhidang panas dan baru diangkat dari wajan. Semuanya digoreng menggunakan minyak makan merah.

“Rasa dan warna tidak berubah,” ujar Erick, Jum’at (6/1/2023) di kawasan PTPN2.

Erick Thohir datang ke Deli Serdang untuk meninjau perkembangan pembangunan tiga pabrik minyak makan merah yang difasilitasi Holding PTPN. Di acara itu, dia mencicipi gorengan dalam demo masak memakai minyak makan merah. Rasa gorengan itu, kata Erick, tak beda dengan minyak goreng lain di pasaran.

Pemerintah lewat Kementerian BUMN bersama Kementerian Koperasi dan UKM sedang berpacu menyiapkan proyek percontohan minyak makan merah, minyak alternatif pengganti minyak goreng yang saat ini dikonsumsi masyarakat. Kampanye minyak makan merah ini memang sudah dimulai dengan mendukung pembukaan proyek rintisan produksi minyak nabati sehat itu.

Meski sama-sama berasal dari minyak kelapa sawit, hasil penelitian oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menemukan minyak makan merah lebih sehat dibanding minyak makan biasa. Itu lantaran minyak makan merah tidak melewati proses bleaching sehingga warna merah buah sawit tetap dipertahankan. Sebab, disanalah terkandung karatenoid dan fitonutrien yang kaya provitamin A dan vitamin E.

Kandungan provitamin A yang melimpah pada minyak makan merah dapat menggantikan suplementasi Vitamin A yang antara lain dapat mencegah stunting (kekerdilan) pada anak. Ini lantaran kombinasi karoten dan tokotrienol di dalamnya juga berperan aktif dalam meningkatkan imunitas tubuh, menekan infeksi saluran pencernaan sehingga metabolisme gizi yang diasup anak dapat terserap maksimum.

Selain itu, komposisi asam lemak pada minyak makan merah juga ikut berperan dalam pembentukan dan perkembangan otak, sistem regulasi hormon pertumbuhan, dan metabolisme anak.

Dibandingkan dengan minyak sawit mentah dalam bentuk Virgin Palm Oil (VPO), komposisi asam lemak jenuh Minyak Makan Merah lebih rendah dibanding VPO.

Dari sisi harga, minyak makan merah dapat dijual dengan harga lebih murah daripada minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat saat ini. Itu bisa diwujudkan lantaran memangkas proses penyulingan, yang otomatis juga memangkas biaya produksinya.

*Berpihak pada Petani*

Lantaran segudang keunggulan itulah, pemerintah ingin produk ini dapat segera dinikmati masyarakat. Menariknya, alih-alih menyerahkan produksinya pada korporasi swasta, pemerintah memilih membuat terobosan dengan memberdayakan koperasi petani sebagai operator produksi dan penjualan. Model bisnis ini dirancang untuk meningkatkan daya saing petani sawit rakyat dengan hilirisasi produk sawit.

Dengan begitu, seperti disampaikan Erick Thohir, produksi minyak makan merah ini memang dirancang dengan keberpihakan pada ekonomi kerakyatan, di mana petani dapat berkolaborasi membentuk koperasi.

Selain minyak makan merah, produk turunan sawit lain yang dihasilkan berupa stearin (digunakan sebagai bahan baku pembuatan lilin) dan sabun.

Proyek percontohan ini dikerjakan secara gotong royong oleh sejumlah pihak. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bertugas menyediakan teknologi pengolahan, izin edar produk dan pengawalan mutu. Kementerian Koperasi dan UKM bertindak selaku regulator dan pemberian izin untuk operator pabrik. Sedangkan Holding PTPN bertugas sebagai fasilitator penyedia sumber bahan baku (CPO), air, energi listrik, dan lahan.

Sebagai penyedia pembiayaan investasi pabrik dalam bentuk hibah ditunjuk BPDPKS.

Tugas edukasi pasar dan sosialiasi produk yang dihasilkan pabrik minyak makan merah diserahkan kepada dua perguruan tinggi yakni Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Sumatera Utara (USU). “Banyak yang belum tahu keunggulan minyak makan merah. Bahkan minyak ini, kata sebuah riset, mampu menekan kolesterol,” ujar Erick.

Institut Teknologi Sawit Indonesia (ITSI) di Medan bersama Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta ditugaskan memasok sumberdaya manusia untuk pabriknya.

Selain itu, masih ada LPDB yang bertugas menyediakan pinjaman pembiayaan untuk operasional pabrik. Sedangkan Bank Mandiri bertugas menyediakan pembiayaan untuk distributor dan pemasaran produk lewat program ProMandiri.

Adapun untuk pengawalan penerbitan izin edar dan standar nasionalnya ditugaskan BPOM dan Badan Sertifikasi Nasional (BSN).

Untuk model penjualannya, nantinya akan didirikan Stasiun Pengisian Minyak Makan Merah Curah (SPM3C). Ini semacam SPBU Pertamina yang menjual Pertalite dan Pertamax. Para pedagang nantinya akan mendapat dukungan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Mandiri.

Dengan segala potensi dan keunggulan itu, tak salah jika Menteri BUMN, Erick Thohir tampak bersemangat agar proyek percontohan di Sumatera Utara itu dapat segera diterapkan di provinsi lain di seluruh Indonesia.

“BUMN siap memfasilitasi proyek rintisan produksi minyak makan merah ini. Kita juga akan bantu pemasarannya hingga keluar negeri seperti China dan Afrika,” kata Erick dengan wajah sumringah sebelum meninggalkan Deli Serdang. (Red).

Berita Lainnya